Jumat, 28 Agustus 2009

Resensi Film: Munich...


Judul: Munich
Pemain: Eric Bana, Geoffrey Rush, Daniel Craig, Mathieu Kassovitz, Ciaran Hinds.
Sutradara: Steven Spielberg

Paradigma Barat tentang Palestina

Sejumlah pemuda mengendap-endap dan memanjat gerbang perkampungan Atlet yang berlaga dalam Olimpiade Munich, Jerman 1972. Dengan cepat dan cekatan, mereka berlari sambil terus mengendap memasuki lorong dan ruangan yang ditempati para atlet Israel. Dalam waktu yang singkat, setelah melewati pergumulan yang tidak imbang, para pemuda bersenjata yang ternyata anggota milisi Palestina itu berhasil membunuh 11 atlet Israel. Darah muncrat di mana-mana.

Peristiwa tersebut sangat mengagetkan Perdana Menteri Golda Meir. Perempuan yang dijuluki 'The Iron Lady from Israeli' ini benar-benar gusar. Dengan cepat, Golda Meir menggelar rapat terbatas dan memutuskan membentuk sebuah Tim Komando MOSSAD untuk mengejar gerilyawan Palestina tersebut dan membunuh siapa pun yang bertanggung jawab.

Di Israel, tiap pria dan wanita dewasa adalah sipil sekaligus tentara. Demikian pula dengan Avner. Pemuda yang tengah menanti kelahiran anak pertamanya ini segera dipanggil menghadap Golda Meir dan diberi tugas khusus bersama sejumlah anggota MOSSAD lainnya. Tugasnya hanya satu: memburu pembunuh 11 atlet Israel di Munich hingga ke ujung dunia. Bagi Meir, ini merupakan satu perhitungan yang adil.

Dengan alasan membela tanah air, Avner (Eric Bana) menerima tugas dianggapnya mulia. Walau secara manusiawi berat, dia pun meninggalkan istrinya yang tengah mengandung dan pindah ke Eropa. Entah sampai kapan. Di Eropa, Avner bertemu dengan rekan satu timnya. Dengan bantuan informan, Avner memulai aksinya. Sejumlah aktivis Palestina yang menurutnya bertanggung jawab dibunuhnya. Korban pertamanya tewas akibat peluru. Namun nyawa korban-korban berikutnya melayang akibat ledakan bom.

Dalam film ini Steven Spielberg terlihat berupaya untuk bersikap netral. Dia memasang Avner dan kelompok MOSSAD-nya sebagai manusia-manusia yang gigih membela tanah air. Sedangkan pejuang-pejuang Palestina pun digambarkan sebagai orang-orang yang menuntut balas kepada Israel karena bangsa Yahudi ini telah merebut tanah air Palestina menjadi negaranya.


Paradigma Barat

Cara pandang khas Barat terhadap konflik yang terjadi antara rakyat Palestina dengan Zionis-Israel sungguh terekam dengan baik dalam film ini. Barat, lewat Spielberg, memandang bahwa kaum Yahudi berhak atas Tanah Palestina. Dan sebaliknya, orang-orang Palestina pun berhak atas tanahnya sendiri. Kedua bangsa yang sebenarnya masih satu keturunan dari Ibrahim ini seharusnya bisa hidup berdampingan di Palestina. Inilah cara pandang Barat.

Padahal, jika kita mau kritis sedikit, bangsa Yahudi sedikit pun tidak memiliki hak atas Tanah Palestina. Bangsa Yahudi bisa menduduki Tanah Palestina karena difasilitasi Inggris dan Amerika. Orang-orang Yahudi ini lewat organisasi teroris bersenjata seperti Haganah, Stern, dan Irgun menyerang dan membantai orang-orang Palestina, mengusir mereka dari tanahnya sendiri, dan mengklaim Tanah Palestina sebagai 'The Promise Land', tanah yang dijanjikan Tuhan untuk mereka. "Negara Israel harus dihapus dari peta Bumi!" demikian Ahmadinejad berkata. Dan seharusnya para pemimpin Arab pun bisa berani seperti itu jika tidak mau dikatakan banci. Jadilah laki-laki walau hanya sehari!.

Sumber: Eramuslim Digest


Sabtu, 22 Agustus 2009

Kingdom of Heaven


Walau film ini mengisahkan Balian of Ibelin (Orlando Bloom), salah seorang Ksatria Perang Salib, tapi sutradara Sir Ridley Scott menggambarkan perang salib secara netral. Bahkan inilah film barat satu-satunya yang berbicara tentang Perang Salib tanpa pretensi subyektif, semata-mata didasarkan atas sejarah itu sendiri.
Dalam film kolosal yang melibatkan 1500 figuran orang2 Maroko sendiri, sosok Sholahuddin Al Ayyubi (Ghassan Massoud) digambarkan sebagai seorang panglima perang yang adil, kokoh pendirian, penuh izzah, dan mulia. Sholahuddin dan King Baldwin sebagai King Jerussalem ternyata memiliki mimpi yang sama yaitu menjadikan Jerussalem sebagai kota milik tiga umat beragama bersama-sama yakni Islam, Nasrani, dan Yahudi. Upaya pertolongan Sholahuddin terhadap King Baldwin yang sakit lepra pun ditampilkan.
Di sisi lain, Scott Ridley berhasil menggambarkan dua tokoh Ksatria Templar yakni Reynald de Catthilon dan Guy de Lusignan yang kasar, berangasan, dan doyan perang. Peristiwa perang Salib pertama hingga futuhnya Yerussalem secara utuh ditampilkan dengan sangat menawan dan mengagumkan. Bagi yang ingin mengkaji peran Ksatria Templar (Knights Templar) dalam perang salib pertama dan juga sosok seorang Sholahuddin Al Ayyubi, ada baiknya menjadikan film ini sebagai referensi. sumber: EraMuslim Digest

Resensi Buku: PALESTINEemang gue pikirin!


written by: Shafwan Al Bana

Apa yg nongol d otak qt kalo denger kata Palestina? Sedih,marah,penasaran...atau malah ga peduli?Buku ini bakal ngebawa qt b’petualang k sana.Dibuat dari bahan2 sepesiyal yang ilmiah,fragmen sejarah,dalil ayat & hadits,plus ”kejutan2” yg bakal bikin kamu penasaran.Cobain deh! Terbukti dan teruji!
Selain itu,sengaja buku ini dibuat ada 2 covernya, Side A berisi Chapter 1 – 3, n side B berisi chapter 4 mpe 7.Tokoh (gambar) d cover A n B emang orangnya sama tapi dg identitas beda,maksudnya gini,entah siapa aja walopun dulunya gaul and funky,biz baca buku ini jd beda,,gaulnya tetep(asal yang syar’i) tapi jd org yg tahu jg peduli akan dunia Islam.Intinya jd ”Gaul and ngeFight ala Islam”. Komposisi:tiap buku ini mengandung 300 halaman HVS & 2 cover dicetak sparasi full colour kertas ivory, Efek Samping: Gelisah karena melihat penderitaan Muslim Palestina, Semangat untuk memperjuangkan kebenaran Islam, Peduli thd masalah2 dunia Islam. Dosis dan cara pemakaian: Buku inidibaca 3x sehari atawa t’serah kapan aja yg penting dibaca mpe tuntas,kalo selesei baca sekali,bisa dibaca b’ulang2 or dikasi k org laen bwt dibaca. Kausiyen! Info kesehatan: Gaplek (gagap palekstina...^_^) menyerang siapa saja! Indikator Gaplek: cuek sama Palestina, males ikut membela, semangat tapi nggak ngerti masalah sebenarnya... Jika gejala2 spt itu nongol d diri kita,segera baca buku ini! Bwt yg blm t’infeksi,buku ini penting bwt m’cegah penyakit menular itu.Ingat, penyakit tjd bukan karna niat jahat dari pelakunya saja,ia ada karna ada kesempatan.. WASPADALAH-WASPADALAH! Bila Ada keluhan berlanjut,hubungi penulis! AWAS BUKU KERAS! Jangan gunakan buat nimpuk org.

Selasa, 09 Juni 2009

Kitab Al-I'tibar


Perkembangan satra dalam peradaban Islam memegang peranan penting dari masa ke masa. Bahkan sebelum Islam datang, bangsa Arab Jahiliyah telah terkenal sebagai bangsa penyair. Namun sastra di masa pra-Islam tersebut jumlahnya cukup terbatas, khususnya pada naskah-naskah yang tertulis.

Kesusastraan Arab kian berkembang pasca Nabi Muhammad wafat berabad kemudian, yakni pada masa daulah Abbasiyyah, dimana kejayaan Islam mencapai puncaknya. Hal ini bukan saja ditunjukkan dari banyaknya jumlah karya satra yg mampu dihasilkan, namun juga dibuktikan dari makin beragamnya genre kesusastraan Arab yg diusung oleh para sastrawan Islam. Salah satunya adalah biografi dan memoar. Selama ini, masyarakat lebih lazim mengenal sejarah dan kisah hidup Nabi Muhammad sebagai karya satra Arab yang berkaitan dengan biografi. Padahal, masih banyak biografi lainnya yang ditulis para sastrawan tentang banyak tokoh yang pernah sangat mempengaruhi peradaban Islam. Salah satunya Kitab Al-I'tibar karya Usamah Ibn Munqidh yang disempurnakan oleh Al-Safadi.

Kitab Al-I'tibar menuturkan jejak sejarah seorang Usamah Ibn Munqidh, seorang ksatria perang Salib di abad ke-12 yang sukses menjadi saudagar, kaum pelajar dan bangsawan yang terhormat di masa tuanya. Di dalamnya dijelaskan bahwa Usamah Ibn Munqidh merupakan saksi sejarah suatu zaman. Dilahirkan tepat di saat genderang Perang Salib akan dimulai, tahun 1095, tahun dimana Paus memberikan dukungan pada persiapan pemberangkatanangkatan perang pertama kaum Nasrani, juga menjadi saksi detik-detik keruntuhan Dinasti Fathimiyah di Mesir. Ia adalah teman Sholahuddin Al Ayyubi (Sultan Saladin), Sultan Mesir yang juga terkenal sebagai Panglima Perang Salib yang berasal dari Suku Kurdistan di perbatasan Irak-Iran-Turki.

Semasa hidupnya, ia mengalami negerinya terjajah di bawah pemerintahan Raja Frank. Ia menyaksikan sendiri bagaimana tentara salib merebut tanah kelahirannya, sekaligus saksi perebutan kembali Edessa pada tahun 1144 dan Yerussalem tahun 1187 oleh sahabatnya, Sultan Saladin. Di masa-masa 'damai' dimana Tentara Salib hidup berdampingan dg kaum Muslim, bahkan menetap sbg penjajah, Usamah hadir sbg 'jembatan budaya' antara kalangan ini. Di masa tuanya, Usamah menuliskan kiprahnya sebagai ksatria perang yg mjd saksi hidup peperangan yg dilaluinya. Memoarnya ini ia beri judul "Kitab Al-I'tibar", yg berarti sebuah renungan.

Kitab Al-I'tibar tdk hanya memuat fase-fase peperangan terpanjang dlm sejarah Islam, Perang Salib. Di dalamnya juga memaparkan cara-cara interaksi antara kaum Muslim dan Nasrani di semua sektor kehidupan. Usamah mengamati dg detail bagaimana masyarakat Islam berpolitik, mengembangkan budayanya, hingga interaksi budaya lainnya yg kemudian ia bandingkan dengan lifestyle yg dibawa umat nasrani. Tak heran bila kitab Al-I'tibar disebut-sebut sebagai karya sastra Arab terlengkap yang membahas tentang sosio-kultur antara Muslim dg Nasrani, dan banyak digunakan sebagai referensi utk m'pelajari kebudayaan Arab, dlm hal ini nilai2 Islam. Yang menarik, Kitab Al-I'tibar juga memaparkan tentang pengobatan Islam yg jauh lebih maju dibandingkan dg pengobatan barat yg dianggap "kejam" dan menyakitkan.

Sebenarnya, Kitab Al-I'tibar terkenal bukan karena bahasanya yg penuh dg kata2 yg puitis, spt halnya prosa2 Arab pada umumnya. Sebuah memoar yg sama mengisahkan Timur Tengah di abad yg sama juga pernah ditulis oleh Ibnu Jubair, Gubernur Valencia di Spanyol, berjudul Ar-Rihlah (Safari). Tapi para ahli sastra sepakat bahwa kitab Al-I'tibar ditulis dengan penggambaran yg hidup dlm hal detail, baik dlm menggambarkan kondisi dan gerak-gerik tokoh yg hadir di dalamnya.

Rupa-rupanya, keistimewaan Kitab Al-I'tibar inilah yg menarik perhatian sejarawan barat yg concern meneliti masalah di Timur Tengah, khususnya Islam, bernama Philip K Hitti yg kemudian menerjemahkan Kitab Al-I'tibar ini shg karya ini jg dpt dinikmati oleh masyarakat Eropa dan dunia.

Taken From: Annida No.10/XVIII Juni 2009

Kamis, 15 Januari 2009

Lembaga-lembaga Medis

Ada banyak lembaga medis yang punya kepedulian sama masalah Palestina. Lembaga-lembaga ini beberapa kali terjun langsung ke medan Palestina. Di sana, mereka memberikan penanganan medis darurat yang bakalan banyak berarti buat saudara2 kita di sana. Kiprah mereka ini penting bgt mengingat minimnya tenaga medis dan kondisi lingkungan yang sangat menyedihkan di sana. Selain itu, buat ngedukung tugas mereka di sana, mereka juga ngadain penggalangan dana. Nah, paling nggak, ada dua organisasi medis yg menonjol, yaitu MER-C (Medical Emergency Rescue Committee) dan BSMI (Bulan Sabit Merah Indonesia). Kalo punya minat di bidang ini, coba siapin diri buat terjun langsung bergabung suatu saat nanti.

Center for Middle East Studies (COMES)

Lembaga ini bener2 salah satu lembaga yang paling concern sama masalah-masalah Palestina. Beragam hasil usahanya, mulai dari analisa sampai buku-buku terbitannya bisa jadi rujukan yang oke punya buat kita. Ngomong2, tujuan COMES atau pusat studi Timur Tengah adalah ningkatin pemahaman plus kepedulian masyarakat Indonesia sama masalah-masalah Timur Tengah, khususnya Palestina, dlm bingkai kemanusiaan dan kebudayaan. COMES punya visi untuk jadi rujukan utama masyarakat Indonesia untuk informasi dan segala hal yang terkait dengan Timur Tengah, khususnya Palestina. Kalo kita butuh data, berita, atow macem-macem lainnya, kita bisa cari di COMES. Kerennya, mereka juga nyediain berbagai sarana kepustakaan yang terkait dengan Timur Tengah: homepage, buku, majalah, koran, film, foto, video, kaset, pokoknya lengkap deh!

Komite Indonesia untuk Solidaritas Palestina (KISPA)

Komite ini adalah kumpulan Ormas-ormas dan LSM-LSM Islam plus Dewan Syariah Nasional. Dengan payung MUI, lembaga yang diakui sebagai tempat ngumpulnya para ulama Indonesia, KISPA menjadi salah satu organisasi yang cukup penting dalam penyikapan masalah Palestina. Komite ini ngefokusin perhatiannya pada masalah pengungsi dan korban invasi Israel atas Palestina. KISPA secara intensif ngadain diskusi soal perkembangan terakhir Palestina. Hasil diskusi itu biasanya disimpulin trus dirumusin jadi pernyataan sikap resmi mengenai Palestina atas nama umat Islam Indonesia. Selain diskusi dan pernyataan sikap, KISPA juga sering bgt ngadain penggalangan dana, Tabligh Akbar, aksi, sampai ngirim delegasi ke pertemuan-pertemuan internasional soal Palestina.